Sunday 17 February 2013

■ Dalam Kembara Ini ■


Wahai Diri...
Tingginya syurga tak tergapai dek tangan,
Indahnya tiada terbayangkan dek khayal,
Kepalang berimpian usah separuh jalan,
Tekadkan azam, teguhkanlah pendirian,
Ilmu sebagai pedoman sepanjang jalan,
Amal buat persiapan di hari perhitungan.

Waspadailah...
Lenggok gemalai tarian sang obor lembutnya berbisa,
Menyusul sang kala tersembunyi sengatnya,
Media pun bersensasi di setiap penjuru menaruh pesona,
Kebelakangan galak meraih  sorak dan tawa di arus perdana,
Munculnya mereka untuk menuai keberuntungan,
Kegelojohan emosi semata.

Aduhai Diri...
Dalamnya neraka tak terjejak dek kaki,
Tiada terdugakan ngerinya azab yang menanti,
Selamatkanlah diri agar tak dijulang dek api,
Tuntunan percikan syahwat dan syubhat nan cuba melingkari,

Telitilah...
Apalah nak disugulkan dengan kepedihan dunia,
Di sini aku masih punya teman dan ubat-ubatan,
Sedang di sana setiap masa kelak ku kan sendirian,
Tiada bermakna lagi tangis dan angan.
Adakah aku yang terlena rela dibuai angan?
Mengukur kebenaran pada banyaknya bilangan,
Pada timbangan sendiri menilai perpecahan?





Abu Maryam Muhammad '05

■ Tunas Cinta hanya Semusim ■


Telahku rentas Benua India,
Berkelana di atas nama agama,
Fikir ummat; fikir, risau dan bimbang,
Dari kedinginan salju hinggalah kehangatan yang membahang...
Bukan sepekan bahkan telahpun berbulan-bulan,
Di kejauhan daku tinggalkan permai desa halaman,
Terqurbankanlah selesanya diri, keluarga, harta dan perasaan.

Kemudian...
Kepulangan mengandung harapan sebuah pengislahan,
Impian perubahan dasarnya padaku haqiqat kemajuan,
Menjejak jaya warisan kurun-kurun emas,

Inikah wajahnya agama? Inikah haqiqat jalannya?
Apakan daya lantanganku tiada bersuara ,
Huruf-hurufku pula tiada bermaya,

Asyiq-masyuq selama ini rupanya khayalan semata,
Antara permainan perasaan maupun sangkaan,
Lantas aku yang termanggu sendirian,
Memikirkan atas panggilan 'faasiq!' daripada seorang teman.





Abu Maryam Mohammad '05

■ Cemerlangkah Cahaya Di Lubuk Jiwa? ■


Kala heningku menilik diri,
Dihanyut khayal haruman setanggi,
Diganding cahaya dian gemilang indah berseri,
Namun, wangiannya pupus dimakan bara,
Peri kilauan kian turut sirna,
Tiada sakti tiada abadi.

Ku sangkakan márifat si mata burung,
Rupanya pesona perangkap menanti dari bawah tempurung,
Ku kira suluk meningkat berpindahnya maqam,
Hanyasanya ujub di hati kian subur menghitam,
Akulah yang terperusuk di penjuru rindu,
Aku jua yang keliru dan buntu,
Pada dambaan kasih masih belum ketemu.

Ku menongkah bangkit dari rebah.
Merangkak-merangkak berdikit mencari arah,
Biarlah punah angan biarlah lesap bersama igauan,
Dariku hanyut dibawa arus tak berhaluan,
Dari tersesat meniti simpang-siur beribu jalan,
Ku rencanakan kembali mencari pedoman.

Demi mengisi kontang taman sanubari hidup mau berTuhan.





Abu Maryam Muhammad'96