Monday 22 September 2014

PERMATA SALAF

"PENGARUH ORANG TUA TERHADAP ANAK"
 
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
“Betapa banyak orang yang mencelakakan anaknya—belahan hatinya—di dunia dan di akhirat karena tidak memberi perhatian dan tidak memberikan pendidikan adab kepada mereka. Orang tua justru membantu si anak menuruti semua keinginan syahwatnya. Ia menyangka bahwa dengan berbuat demikian berarti dia telah memuliakan si anak, padahal sejatinya dia telah menghinakannya. Bahkan, dia beranggapan, ia telah memberikan kasih sayang kepada anak dengan berbuat demikian. Akhirnya, ia pun tidak bisa mengambil manfaat dari keberadaan anaknya. Si anak justru membuat orang tua terluput mendapat bagiannya di dunia dan di akhirat. Apabila engkau meneliti kerusakan yang terjadi pada anak, akan engkau dapati bahwa keumumannya bersumber dari orang tua.”
(Tuhfatul Maudud hlm. 351)
 
Beliau rahimahullah menyatakan pula,
“Mayoritas anak menjadi rusak dengan sebab yang bersumber dari orang tua, dan tidak adanya perhatian mereka terhadap si anak, tidak adanya pendidikan tentang berbagai kewajiban agama dan sunnah-sunnahnya. Orang tua telah menyia-nyiakan anak selagi mereka masih kecil, sehingga anak tidak bisa memberi manfaat untuk dirinya sendiri dan orang tuanya ketika sudah lanjut usia. Ketika sebagian orang tua mencela anak karena kedurhakaannya, si anak menjawab, ‘Wahai ayah, engkau dahulu telah durhaka kepadaku saat aku kecil, maka aku sekarang mendurhakaimu ketika engkau telah lanjut usia. Engkau dahulu telah menyia-nyiakanku sebagai anak, maka sekarang aku pun menyia-nyiakanmu ketika engkau telah berusia lanjut’.”
(Tuhfatul Maudud hlm. 337)
 (Diambil dari Huququl Aulad ‘alal Aba’ wal Ummahat hlm. 8—9, karya asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahim al-Bukhari hafizhahullah)
 
 
 
 
"MENGINGAT EMPAT KENGERIAN"
 
Hatim al-Asham rahimahullah mengatakan,
“Siapa yang kalbunya tidak pernah mengingat empat kengerian ini, berarti dia adalah orang yang teperdaya dan tidak aman dari kecelakaan.
(1) Saat yaumul mitsaq (hari saat diambilnya perjanjian terhadap ruh manusia) ketika Allah Subhanahu wata’ala berfirman, ‘Mereka di surga dan Aku tidak peduli, sedangkan mereka (yang lain) di neraka dan Aku tidak peduli’; dia tidak tahu, dirinya termasuk golongan yang mana.
(2) Saat dia diciptakan dalam tiga kegelapan (di dalam rahim), ketika malaikat diseru (untuk mencatat) kebahagiaan atau kesengsaraan (seseorang); dia tidak tahu apakah dirinya termasuk orang yang sengsara atau bahagia.
(3) Hari ditampakkannya amalan (saat sakaratul maut); dia tidak tahu, apakah dia diberi kabar gembira dengan keridhaan Allah Subhanahu wata’ala atau kemurkaan- Nya.
(4) Hari ketika manusia dibangkitkan dalam keadaan yang berbeda-beda; dia tidak tahu jalan mana yang akan ia tempuh di antara dua jalan yang ada.”
(Jami’ al-‘Ulum wal Hikam hlm. 81)
 
 

"DUNIA AKAN BERLALU, AKHERAT AKAN MENYONSONG"
 
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkata dalam salah satu khutbahnya,
“Sesungguhnya, dunia bukanlah negeri keabadian kalian. Allah Subhanahu wa ta’ala telah menetapkan kefanaannya. Dia Subhanahu wa ta’ala  juga menetapkan bahwa penghuninya akan meninggalkannya. Betapa banyak tempat yang makmur dan dicatat oleh sejarah, hancur dalam waktu sekejap. Betapa banyak orang yang tinggal dalam keadaan senang, tiba-tiba harus beranjak pergi. Karena itu, siapkanlah sarana terbaik yang ada pada kalian sekarang—semoga Allah Subhanahu wa ta’alamerahmati kalian—untuk menempuh perjalanan (kelak). Siapkanlah bekal, dan bekal terbaik adalah takwa.”
 
Sebagian ahli hikmah mengatakan,
Aku heran terhadap manusia yang akan ditinggalkan oleh dunia dan akan disongsong oleh akhirat—, ia justru sibuk dengan hal yang akan meninggalkannya dan lalai dari sesuatu yang akan menyongsongnya.”
(Jami’ul ‘Ulum wal Hikam hlm. 516)
 
 
 
 
"KEHIDUPAN DUNIA MENURUT GENERASI SALAF"
 
Al-Hasan al-Bashri rahimahumallah mengatakan,
“Semoga Allah merahmati seseorang yang mencari harta dengan cara yang baik, membelanjakannya dengan sederhana, dan memberikan sisanya. Arahkanlah sisa harta ini sesuai dengan yang diarahkan oleh Allah. Letakkanlah di tempat yang diperintahkan oleh Allah. Sungguh, generasi sebelum kalian mengambil dunia sebatas yang mereka perlukan. Adapun yang lebih dari itu, mereka mendahulukan orang lain. Ketahuilah, sesungguhnya kematian amat dekat dengan dunia hingga memperlihatkan berbagai keburukannya. Demi Allah, tidak seorang berakal pun yang merasa senang di dunia. Karena itu, berhati-hatilah kalian dari jalan-jalan yang bercabang ini, yang muaranya adalah kesesatan dan janjinya adalah neraka. Aku menjumpai sekumpulan orang dari generasi awal umat ini. Apabila malam telah menurunkan tirai kegelapannya, mereka berdiri, lalu (bersujud) menghamparkan wajah mereka. Air mata mereka berlinangan di pipi. Mereka bermunajat kepada Maula(yakni Rabb) mereka agar memerdekakan hamba-Nya (dari neraka).  Apabila melakukan amal saleh, mereka gembira dan memohon kepada Allah agar menerima amalan tersebut. Sebaliknya, apabila melakukan kejelekan, mereka bersedih dan memohon kepada Allah agar mengampuni kesalahan tersebut.”
(Mawa’izh al-Hasan al-Bashri, hlm. 41—42)
 
 
 

"MENJAUHI PERDEBATAN DALAM HAL AGAMA"
 
Ma’n bin Isa berkata,
“Suatu hari, (al-Imam) Malik bin Anas rahimahullah keluar dari masjid dalam keadaan  bersandar pada tanganku. Ada seorang lelaki -yang dipanggil Abul Huriyah, yang tertuduh berpemahaman Murji’ah- menyusulnya dan mengatakan,
“Wahai hamba Allah, dengarkanlah sesuatu yang akan aku sampaikan kepadamu. Aku akan beradu hujah denganmu dan memberitahumu tentang pemikiranku.”
Al-Imam Malik rahimahullah bertanya,
“Bagaimana jika engkau mengalahkanku (dalam perdebatan)?”
Dia menjawab,
“Kalau aku mengalahkanmu, engkau harus mengikuti pemikiranku.”
Al-Imam Malik rahimahullah bertanya lagi,
“Kalau ada orang lain yang kemudian mendebat lantas mengalahkan kita?”
Dia menjawab,
“Kita ikuti dia.”
Al-Imam Malik rahimahullah menukas,
يَا عَبْدَ اللهِ، بَعَثَ اللهُ مُحَمَّدًا بِدِيْنٍ وَاحِدٍ، وَأَرَاكَ تَنْتَقِلُ مِنْ دِيْنٍ إِلَى دِينٍ
“Wahai hamba Allah, Allah Subhanahu wata’ala mengutus Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam dengan satu agama. Namun, aku lihat engkau berpindah dari satu agama ke agama yang lain.”
(asy-Syari’ah, al-Ajurri, hlm. 62)
(Catatan kaki al-Ajwibah al-Mufidah ‘an As’ilatil Manahij al-Jadidah hlm. 78, cet. Maktabah al-Huda al-Muhammadi)
 
 
 
 
BERLOMBA DALAM KEBAIKAN
Al-Hasan al-Bashri rahimahumallah mengatakan,
“Wahai anak Adam, jika engkau melihat manusia berada dalam sebuah kebaikan, saingilah mereka. Namun, jika engkau melihatnya berada padasebuah kebinasaan, janganlah engkau menyaingi mereka dan pilihan mereka.”
 
“Sungguh, kami telah melihat beberapa kaum lebih memilih bagian mereka yang disegerakan (di dunia) daripada yang diakhirkan (di akhirat). Akhirnya, mereka menjadi hina, binasa, dan terkenal (keburukannya).”
 
Beliau mengatakan rahimahumallah pula,
“Barang siapa yang berlomba denganmu dalam hal agama, saingilah dia. Adapun orang yang menyaingimu dalam hal duniamu, lemparkanlah urusan dunia itu ke lehernya.”
 
Beliau mengatakan rahimahumallah pula,
“Apabila engkau melihat manusia menyaingimu dalam hal dunia, saingilah mereka dalam hal akhirat. Sungguh, dunia mereka akan hilang dan akhirat akan kekal.”
(Mawa’izh al-Imam al-Hasan al-Bashri, hlm. 57—58)
 
 
 
 
"KEADAAN SEORANG MUKMIN"
 
Al-Hasan al-Bashri rahimahumallah mengatakan,
“Manusia terdiri dari tiga golongan: mukmin, kafir, dan munafik. Orang mukmin, Allah Subhanahu wata’ala memperlakukan mereka sesuai dengan ketaatannya. Orang kafir, Allah Subhanahu wata’ala telah menghinakan mereka sebagaimana kalian lihat. Adapun orang munafik, mereka ada di sini, bersama kita di rumah-rumah, jalan-jalan, dan pasar-pasar. Kita berlindung kepada Allah Subhanahu wata’ala. Demi Allah, mereka tidak mengenal Rabb mereka. Hitunglah amalan jelek mereka sebagai bentuk ingkar mereka kepada Allah Subhanahu wata’ala. Sungguh, tidaklah seorang mukmin memasuki waktu pagi melainkan dalam keadaan cemas, meski telah berbuat baik. Tidak pantas baginya selain demikian. Ia pun memasuki waktu sore dalam keadaan khawatir, meski telah berbuat baik. Sebab, dia berada di antara dua kekhawatiran:
Dosa yang telah berlalu; dia tidak tahu apa yang akan Allah Subhanahu wata’ala lakukan terhadap dosanya (apakah diampuni atau tetap dibalasi dengan azab, -red.).
Ajal yang tersisa (dalam hidupnya); dia tidak tahu kebinasaan apa saja yang akan menimpanya pada masa yang akan datang.”
(Mawa’izh al-Hasan al-Bashri, hlm. 57—58)
 

Monday 1 September 2014

Dawrah Miratsul Anbiya ke-10

Bismillah

Alhamdulillah, wash-shalatu wassalamu ála rasulillah
wa ála aalihi wa ashhabihi wa man waalah.
Amma ba'd,

۞ Bantul, Aku Datang  ۞

Sudah kurang lebih satu bulan saya pulang dari menghadiri Dawrah Miratsul Anbiya' ke-10[1] di Ma'had al-Anshar, Sleman dan Masjid Agung(Jamek) Manunggal, Jogjakarta, Indonesia. Yakni dawrah yang menganjurkan majlis ílmu dengan bertalaqqi di hadapan úlama'[2] ahlus sunnah wal jamaáh[3]. Jauh berbeza dengan Dawrah Nasional yang dianjurkan oleh hizbiyyun MLM(Mutalawwin Laáb Makir) maupun MSG(Mutalawwin Sururi Gabung)[4]. Yakni, walhamdulillah, di situ ternyata terdapat jurang yang mengasingkan di antara para pencari kebenaran dengan hizbiyyun yang mencari-cari pembenaran. Beza, sungguh jauh berbeza. Maaf, topiknya bukan untuk pembicaraan makar-makar hizbiyyun[5].

Oh ya, tema dawrah kali ini ialah Urgensi Úlama'[6] Di Tengah Ummat Ketika Fitnah Melanda[7]. Naám, Mereka para úlama' menyayangi kita lebih daripada orang tua kita sendiri. Tanpa úlama' kita kan dihanyutkan jauh ke dalam gulungan-gulungan ombak fitnah bahkan bisa saja terlantar kaku di dasar lembah tá'shub dan kedunguan yang ternyata lebih hina daripada haiwan ternak[8]. Wal íyadzubillah. Tanpa úlama', kita takkan mampu meneropong ke masa silam untuk berjalan ke menuju masa depan[9]. Telah di zaman mutakhir ini, merujuk ciri-ciri yang digariskan as-sunnah maka kedapatan betapa sedikitnya úlama' rabbani yang ada berbanding úlama' su' dan individu yang diúlama'kan.


Di Dawrah Miratsul Anbiya' ini, asbab hubungan baik[10] yakni saling bantu-membantu[11] dalam perkara má'ruf[12] di antara pihak asatidzah tempatan dengan waliyul ámr(pemerintah) telah memudahkan lagi dá'wah ahlus sunnah disampaikan ke tengah masyarakat[13]. Tidak perlu sembunyi-sembunyi, tak perlu berdusta di balik nama hiburan berpendidikan ataupun parti politik dan tak perlu berdemonstrasi. Sudah sememangnya ahlus sunnah itu dengar dan thaát[14] kepada pemerintah walau dari kalangan budak habasyi[15]. Wallah, sungguh keindahan ukhuwwah Islamiyah terpapar pada jalinan di antara ikhwan salafiyyin Indonesia, Malaysia dan Singapura. Hanya ALLAH jua yang layak membalasi kebaikan panitia dawrahnya yang bertungkus-lumus disertai kerjasama beberapa ikhwan yang menguruskan kami dari mula keberangkatan[16] sehinggalah saat pulang ke negeri masing-masing. Walhamdulillah, dengan kerjasama seadanya maka dapatlah diundang para masyaikh[17] untuk hadir yang diantaranya pada kali ini ialah;

۩ Asy-Syaikh Áli bin Husain asy-Syarafi hafizhahullah (Yaman)
- Mengajarkan kitab Nukhbah al-Fakr

  (Al-Hafizh Imam Ibn Hajar al-Asqalani rahimahullah)
۩ Asy-Syaikh Badr bin Muqbil azh-Zhafiri hafizhahullah (Árab Saúdi)
- Mengajarkan Lum'átul Í'tiqad

  (Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisi rahimahullah)
۩ Asy-Syaikh Hani bin Buraik hafizhahullah (Árab Saúdi)
- Mengajarkan Talkhis Al-Qawaíd Al-Khams Al-Kabir

  (karangan beliau sendiri)
۩ Asy-Syaikh Khalid  bin Dhahwi azh-Zhafiri hafizhahullah (Kuwait)
- Mengajarkan Al-Qaulul Sadid ála Kitab at-Tauhid

  (asy-Syaikh Ábdurrahman as-Sá'di rahimahullah)
۩ Asy-Syaikh Rabí bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah (Árab Saúdi)
- teleconference.

Di samping itu, walhamdulillah, jalsah khusus  bagi mempertemukan ikhwan Salafiyyun dari Malaysia dan Singapura bersama úlama' dan duát telah berjaya dilangsungkan sebanyak tiga kali pada waktu berasingan yakni pada kali pertama bersama al-Ustadz Muhammad Umar as-Sewed hafizhahullah. Waktu kedua bersama asy-Syaikh Hani bin Buraik dan asy-Syaikh Áli Husain asy-Syarafi hafizhahamallah. Dan terakhir yang mana saya tidak berkesempatan untuk menghadirinya iaitu bersama al-Ustadz Abu Ábdillah Luqman Ba'ábduh hafizhahullah. Berbanyak syukur tak terhingga. Bayangkan di luar sana entah berapa ramai yang berkeinginan namun tak berkesempatan dengan ni'mat tersebut.

ALLAHu Akbar! Buat pertama kali ahli rombongan sebegitu ramainya dari Malaysia dan Singapura. Maka, di sini saya kongsikan-bi'idznillah-akan petua-petua berguna hasil nasihat daripada orang tua kami di Malaysia, Al-Akh Abu Muhammad Kamarulzaman al-Jawhari hafizhahullah. Dan tak lupa ikhwanina seperti Abu Darrius Erian Eusope, Abu Darwisy at-Tebrawi dan Abu Úmair Syafareen hafizhahumullah melalui mesej peribadi maupun majmuáh di WA(Whatsap) seperti Miratsul Anbiya Indonesia maupun Salafy Indonesia khususnya. Dan disisipkan juga pengalaman peribadi saya sendiri sepanjang berdawrah. Insyaa-ALLAH, ini semua agar berguna untuk kita semua di masa hadapan. Di antara petua tersebut ialah;

○ Ádab-ádab safar;
▪ Di antara ádab-ádab safar yang dianjurkan adalah seperti beristikharah dan bermusyawarah sebelum safar, menyiapkan perbekalan, membawa teman dan memilih ámir(ketua) safar. Di samping itu, tidak dilupakan untuk menitipkan keluarga, harta dan apa saja yang diinginkan kepada ALLAH Ázza wa Jalla. Thayyib, selain itu ádab-ádab safar yang berikut ialah bertakbir tiga kali ketika sudah naik di atas kenderaan serta bertakbir tatkala mendaki dan bertasbih ketika menurun. Jelasnya yang mampu dilaksanakan apabila teringat saat menjejakkan kaki di tangga pesawat dan ketika berada di dalamnya. Baiklah, seterusnya ialah berjalan pada malam hari, memperbanyakkan doa ketika safar, berdoa ketika singgah, bersegera pulang menemui keluarga jika telah selesai urusan, mendatangi keluarga pada awal siang(atau pada akhir siang apabila tidak mampu), jika safar cukup lama, dilarang mendatangi keluarganya di malam hari(kecuali ada pemberitahuan sebelumnya), membaca doa ketika melihat kampungnya dan melakukan shalat dua rakaat di masjid terdekat ketika telah tiba. Demikian serba ringkas ádab-ádab yang dapat dinukilkan di sini[18]. Dan saya rincikan sedikit daripada beberapa hal.
▪ Rombongan Malaysia terdiri daripada;
  ▫ Abu Muhammad Kamarulzaman al-Jawhari   - Johor
  ▫ Abu Abbas Shukri - Kuala Lumpur
  ▫ Abu Aisyah Faizal - Kuala Lumpur
  ▫ Abu Asma Taufiq Belwael - Johor
  ▫ Abu Darrius Erian Eusope - Johor
  ▫ Abu Darwisy at-Tebrawi - Johor
  ▫ Abu Hajj Azrizam -  Sarawak
  ▫ Abu Firdaus Jannah - Pahang

  ▫ Abu Heidar Haikal - Johor
  ▫ Abu Maryam Mohammad(saya) - Pahang
  ▫ Abu Umair Syafareen - Pahang
  ▫ Abu Úmar Mokhtar Jameson - Kuala Lumpur
  ▫ Abu Zaid Aizad - Johor
  ▫ Mohammad Sau'ud - Johor
  ▫ Muhammad Irfan Ilhan(termuda dan terkecil) - Kuala Lumpur

▪ Rombongan Singapura pula terdiri daripada;
  ▫ Abu Muádz Mahathir
(wakil Ikhwan Singapura)
  ▫ Abu Ayman Jamaluddeen(wakil Ikhwan Singapura)
  ▫ Abu Bakar Mahmud
  ▫ Ayman Abdullah
(termuda dan terkecil)
  ▫ Faheem Ahmad
  ▫ Muhammad Rafi
  ▫ Riswadi Rahmad
  ▫ Shuja-ath Ahmad

▪ Melantik ámir safar sepertimana yang diputuskan oleh Abu Muhammad Kamarulzaman al-Jawhari yakni saya,
   Abu Maryam Mohammad yang akan turut dibantu oleh;
    ▫ Abu Darwisy at-Tebrawi : Naib ámir safar

    ▫ Abu Asma Taufiq Belwael : Komunikasi di antara Malaysia dan Singapura dengan Indonesia
    ▫ Abu Darrius Erian Eusope :  Pengangkutan udara dan darat serta penginapan
    ▫ Abu Úmar Mokhtar Jameson dan Abu Ábbas Shukri : Rakaman
    ▫ Abu Muádz Mahathir dan Abu Ayman Jamaluddeen : Perwakilan ikhwanina dari Singpura.
    ▫ Mesyuarat dilakukan secara online melalui majmuáh WA kelolaan Abu Darrius Erian Eusope.

○ Tugas-tugas kami di antaranya ialah;
▪ Menghubungi panitia untuk makluman berkenaan rombongan ikhwan dari Malaysia dan Singapura.
▪ Memohon khidmat kepada panitia atau asatidz yang bertugas untuk menyelenggara
  i.pengangkutan, ii.penginapan dan iii.kitab kajian yang bakal digunakan.
▪ Mengatur panduan urusan penukaran matawang Indonesia.
▪ Mengatur urusan simcard(kartu) bagi yang memerlukan. Dianjurkan untuk berkongsi
  wifi(hotspot) bagi menjimatkan pembelian simcard.
▪ Menetapkan checkpoint bagi setiap perjumpaan samada di ma'had maupun di masjid.

▪ Membuat kutipan infaq. (Perwakilan dibahagikan kepada 2, Malaysia dan Singapura)
▪ Berkerjasama dengan Al-Ustadz Qomar Su'aidi dan Al-Ustadz Usamah Mahri hafizhahumullah untuk mengatur perjumpaan
  dengan syaikh dan duát.

○ Menyisihkan biaya;
▪ Kos paspot bagi yang belum memilikinya - RM200/2tahun.
▪ Kos tiket penerbangan - bergantung kepada keadaan semasa.
▪ Kos pengangkutan, penginapan dan salinan kitab sepanjang dawrah. (Dirujuk nasihat Al-Ustadz Qomar Su'aidi)
▪ Kos cukai lapangan terbang - Rp100,000.
▪ Kos makan-minum di gerai atau warung - Rp7-10,000/hidangan.
▪ Kos pembelian kitab-kitab di Masjid Agung Manunggal, Bantul - bergantung kepada kemampuan
  peribadi. (Harus dipertimbangkan untuk membeli 'extra luggage' RM55/20kg jika dikhuatiri
  pulang dengan barang lebih muatan yang sepatutnya.
▪ Tukaran matawang boleh dibuat sejurus mendarat di lapangan terbang antarabangsa Jogja yakni
  diminta pemandu (wajar jika sudah berurusan sebelumnya dengan pihak panitia) untuk ke
  Hotel Garuda di Maliboro. Setelah itu, maka bolehlah singgah di mana-mana di sepanjang perjalanan
  untuk makan-minum terlebih dahulu sebelum tiba di Ma'had al-Anshar.

○ Kelengkapan safar;
▪ Alat catatan : Sebagai persediaan mengisi dokumen di lapangan terbang dan sepanjang dawrah.
▪ Pakaian : Alhamdulillah, terdapat kedai dobi di sekitar Ma'had al-Anshar, Sleman. Maka peserta boleh
  mengagak jumlah pakaian yang sesuai dengan kadar tempoh tinggal di sana kelak. Bahkan terdapat juga
  jualan pakaian di Masjid Agung Manunggal, Bantul.
▪ Muatan :
  ▫ Mematuhi peraturan berat muatan penerbangan sekitar 7kg untuk muatan di tempat duduk.
  ▫ Beg galas kecil yang kosong amat berguna dibawa bersama ke dalam beg utama. Dapat digunakan
   apabila menyimpan barang belian(kitab dsb) di masjid.
  ▫ Plastik beg : Dengan kadar hadirin yang ramai, maka dianjurkan untuk memakai selipar jepun
   sepanjang keberadaan di Bantul. Kegunaan plastik beg pula adalah untuk menyimpan selipar di
   dalamnya lalu dibawa bersama bagi mengelakkan kekeliruan atau kehilangan apabila dikehendaki.
  ▫ Sterika mini, penyangkut baju, tuala, mandian, pewangi(attar), stokin atau khuf dan lain-lain
   barang kelengkapan peribadi juga boleh dibawa. Oh ya, selimut boleh saja di beli di dalam pesawat
   dengan harga RM35, didatangkan bersama penutup mata dan bantal tiup.

○ Lain-lain hal
▪ Menjaga ádab-ádab[19] tatasusila dengan sebaiknya. Tiadalah yang sulit melainkan kita kurang
  memahami situasi keadaan sesuatu perkara atau sengaja mempersulitkannya dengan sesuatu hal.
▪ Mematuhi undang-undang penerbangan sedia-ada :
  ▫ Daftar diri tepat pada masanya bersama kelengkapan yang sepatutnya seperti dokumen
    perjalanan yang sah laku.
  ▫ Tidak membawa bahan cecair berlebihan(<100ml) seperti minyak rambut dan sebagainya.
  ▫ Tidak membawa peralatan daripada besi yang dikhuatiri mengundang kesulitan di
    lapangan terbang.
▪ Bangun awal agar tidak perlu beratur terlalu lama untuk mendapat giliran bagi menggunakan

    bilik air di ma'had.
▪ Menyelesaikan keperluan peribadi seperti wudhu' dan hadats sebelum berangkat ke masjid
  memandangkan kebanjiran manusia di sana.
▪ Men'silent'kan henfon bagi yang ingin merakam.
▪ Menyediakan soalan bertulis jika perlu bagi diusulkan kepada pengisi majlis(syaikh atau duát).
▪ Hari-hari terakhir dawrah adalah sesuai untuk membeli kitab dan lain-lain keperluan memandangkan
  lazimnya pada hari tersebut diskaun diberikan oleh para peniaga. Maka hari-hari sebelumnya pula
  bolehlah untuk 'survey' pada mana-mana keperluan yang dikehendaki. Namun jangan

  sampai terlepas majlis ílmu yang sedang berlangsung.

Begitulah serba-sedikit perkongsian daripada saya, orang yang baru pertama kali menghadiri majlis ílmu sebesar[20] ini. Dengan jumlah kepadatan penduduk yang ramai dan paling ramainya kaum Muslimin di Indonesia sana. Terbayang lagi panorama Ikhwan Salafiyyin Indonesia yang datang dari segenap penjuru negeri.  Mujahadahnya mereka pada pengurbanan usia, keperluan hidup makan dan minum, waktu libur atau istirehat bersama keluarga tercinta, harta yang tak seberapa dan sebagainya. Tak kurang juga panitianya yang penuh disiplin dalam menyelaraskan aturcara majlis sebesar ini yang penuh sistematik hingga mampu mengundang para Masyaikh untuk bertandang ke Indonesia. Yang dijemput pun bukan calang-calang úlama'[21]. Hatta asatidzah dari setiap pelosok negeri turut berusaha menghadirkan diri. Layanan kasih-sayang penuh prihatin mereka yang terlibat-bi'idznillah-takkan dilupakan. Memang kerdil rasanya berada dilingkungan mereka yang berílmu sedangkan diri sendiri peribadinya tersangatlah dhaif dari segala segi.

Jujur saya katakan bahawa kita masih jauh ketinggalan. Sudahlah kita[22] terlalu kecil bilangannya di tempat masing-masing, dan siapalah pewaris Nabi[23] yang hidup di negeri kita buat memikul beban amanah untuk menjaga keaslian agama ini. Namun adakah wajar kita di Malaysia dan Singapura untuk berputus asa? Tidak sama sekali! Bahkan kita seharusnya lebih bersemangat dengan teladan yang telah ditunjukkan oleh ikhwan Indonesia sebagai contoh yang sangat baik. Perjalanan tiga hari tiga malam memang penuh erti membekas di jiwa saya. Semoga ikhwan Salafiyyin di Malaysia dan Singapura dapat mengambil pelajaran sepanjang keberadaan kita di sana untuk dipertingkatkan kualiti hidup; doá kita dan lain-lain hal berkaitan[24]. Mudah-mudahan lagi 5 hingga 10 tahun kita kan dapat melihat kemajuan yang memberansangkan. Sayugia perlu diperkukuhkan lagi disiplin kita terhadap dawrah bulanan, dars  dan liqa' mingguan.
Hayakumullah!
Jum'át  | 10 Dzul al-Qi'da 1435H